Selasa, 26 Oktober 2010

" PEMIMPIN MENURUT ISLAM "

Rasulullah bersabda, 
”Tidaklah  Allah SWT  mengutus  seorang  nabi  atau   menjadikan  seorang khalifah kecuali ada bersama  mereka  itu   golongan  pejabat  (pembantu).  Yaitu   pejabat   yang menyuruh  kepada  kebaikan  dan  mendorongnya  kesana,  dan  pejabat  yang  menyuruh  kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.
Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).

Dikantor  saya  dimana  saya  bekerja  saat  ini pimpinan kantor/ manajer belum ada gantinya karena manajer lama pensiun Sementara ini kantor dikendalikan Assisten Manajer Keuangan dan SDM dan Assisten Manajer Konstruksi.

Lalu bagaimana seharusnya Sifat/ Sikap Pimpinan/ Manajer dan Assistennya menurut Islam ?

Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,  karena kelak  Allah  SWT  akan  meminta  pertanggung  jawaban  atas  kepemimpinannya itu.

Dalam  Islam  sudah  ada  aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut,diantaranya sebagai berikut:

Niat yang Lurus
Hendaklah  saat  menerima  suatu  tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah SWT perintahkan.  Lalu iringi hal itu  dengan mengharapkan keridhaan - Nya saja.   Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban,  bukan kesempatan dan kemuliaan.

Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda  kepada  Abdurrahman  bin   Samurah Radhiyallahu’anhu,   ”W a h a i    A b d u l Rahman bin samurah!    J a n g a n l a h    kamu  meminta untuk menjadi pemimpin Sesungguhnya  jika  kepemimpinan  diberikan  kepada    kamu   karena  permintaan,   maka kamu  akan  memikul  tanggung  jawab  sendirian,   dan  jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya “
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Berpegang pada Hukum Allah.
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,

Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari jabatannya

Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah  bersabda,  ” Tidaklah   seorang   pemimpin   mempunyai   perkara   kecuali  ia akan datang dengannya  pada  hari  kiamat  dengan  kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.”
(Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).

Tidak Menutup Diri Saat Diperlukan Bawahan/ Rakyat.
Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan bawahan/rakyat.
Rasulullah bersabda, ” Tidaklah  seorang  pemimpin  atau  pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat,  dan kemiskinan kecuali Allah  akan  menutup  pintu -pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

Menasehati bawahan/ rakyat
Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh – sungguh   dan  tidak  menasehati  mereka,  kecuali  pemimpin  itu tidak akan masuk surga bersama mereka (bawahan/ rakyatnya).”

Tidak Menerima Hadiah
Seorang  bawahan/ rakyat  yang  memberikan  hadiah  kepada  seorang  pemimpin  pasti  mempunyai maksud tersembunyi,  entah ingin mendekati atau mengambil hati.
Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari bawahan/ rakyatnya.
Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.”
(Riwayat Thabrani).

Lemah Lembut
Doa Rasullullah,
"Ya Allah,  barang siapa  mengurus  satu  perkara  umatku  lalu  ia  mempersulitnya,  maka persulitlah ia, dan  barang siapa  yang  mengurus  satu  perkara  umatku  lalu  ia  berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya."

Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat.
Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).

Inilah Pemimpin !

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan, Pemimpin adalah pelayan umatnya. Itulah sikap pemimpin dalam Islam. Bukan minta dilayani

Ini ada cerita :

Setelah diumumkan pengangkatannya menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz menyendiri di rumahnya. Tak ada orang yang menemui, beliau pun tak mau keluar menemui seorang.

Dalam kesendirian itu, beliau menghabiskan waktu dengan bertafakkur, berdzikir, dan berdoa. Pengangkatannya sebagai khalifah tidak disambutnya dengan pesta, tetapi justru dengan cucuran air mata.

Tiga hari kemudian beliau keluar.
Para
pengawal menyambutnya, hendak memberi hormat. Umar malah mencegahnya.  " Kalian  jangan  memulai  salam  kepadaku,  bahkan  salam  itu  kewajiban  saya kepada kalian."

Itulah perintah pertama Khalifah kepada pengawal-pengawalnya.

Umar  menuju  ke  sebuah  ruangan.  
Para
 pembesar dan tokoh telah menunggunya. Hadirin terdiam dan serentak bangkit berdiri memberi hormat. Apa kata beliau?

" Wahai  sekalian  manusia,  jika  kalian  berdiri,  saya  pun  berdiri.  Jika kalian duduk, saya pun duduk. Manusia  itu sebenarnya  hanya  berhak  berdiri  di hadapan  Rabbul-'Alamin."   Itulah  yang  dikatakan pertama kali kepada rakyatnya.

Rendah Hati
Sikap pemimpin dalam Islam, sejatinya memang harus demikian.   Sebagaimana kata    R a s u l u l l a h Shallallahu 'alaihi wa sallam, Pemimpin adalah pelayan umatnya.Sabda Nabi itu sungguh istimewa, sebab seorang pemimpin biasanya seperti seorang raja. Dan sebagai Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mewarisi budaya yang demikian itu; hidup dalam gelimang kemewahan dan kekuasaan.

Ternyata   U m a r    tidak  serta  merta  meneruskan  b u d a y a   yang   sebenarnya  menguntungkannya secara pribadi itu.  Beliau tak mau dihormati berlebihan dan hidup dalam  kemewahan.  Ia memilih sikap rendah hati dan sederhana.

Sebagai pemimpin besar,  bersikap rendah hati, sederhana, dan melayani tentu tidak mudah. Apalagi bila kesempatan bermewah-mewah itu memang terbuka di depan mata, siapa tak tergiur?

Di negeri kita ini,  kedudukan  dan  jabatan  malah  jadi  rebutan.   Bahkan  banyak  yang  mati - matian berkorban apa saja, dengan segala cara, untuk mendapatkannya.  Setelah  berhasil  meraihnya,  pertama kali yang dilakukan  adalah  pesta kemenangan.   Kemudian  segeralah  digunakan  aji  mumpung.  Sim salabim, jadilah OKB (Orang Kaya Baru).  
Gaya  hidup  dan pergaulannya berbeda dengan sebelumnya. Seolah menikmati kemewahan itulah memang impiannya.

Mari kita membuka hati ini. Dengan berbagai upaya dan
gaya hidup mewah itu, apa sih  sesungguhnya dicari?  Dengan mobil mewah,  rumah  megah,  pakaian serba mahal, apa sebenarnya  yang  dirindukan lubuk hati? Mungkin terdetak dorongan hidup terhormat dan dimuliakan.

Tentu mencapai hidup seperti itu suatu yang normal saja. Malah aneh kalau ada orang bercita-cita hidup hina  dan  direndahkan.   Tetapi  benarkah  kemuliaan  dan  kehormatan  dapat  dicapai  dengan  hidup berbungkus kemewahan? Coba sebutkan nama-nama orang yang menggetarkan hati karena kemuliaan dan kehormatannya. Cermati satu per satu. Benarkah hati Anda terkesan karena kemewahan mereka?

Mari  kita  bercermin  kepada Umar. Kita tenangkan  hati  dan  jernihkan pikiran sejenak.  Andai beliau memilih cara hidup mewah dan bermain kekuasaan sebagaimana raja-raja yang lain,  akankah memiliki nama harum seperti saat ini?

Mungkin  saja  kemewahan singgasana bisa menjadi topeng kemuliaan di muka bawahan/ rakyat. Tetapi berapa lama kemuliaan  seperti itu bisa bertahan?

Lihatlah para pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kesombongan dan kemewahan. Bagaimana akhir kehidupan mereka? Masa tua tidak hidup damai, malah gundah gulana karena dijerat hukum. Terbukti bahwa kemuliaan yang dibungkus materi hanyalah semu dan tipuan belaka.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menyukai orang-orang sombong.

















Misi Mulia

Ya, memang tidak mudah untuk selalu rendah hati dan memilih hidup melayani. Apalagi kalau terjebak pada dorongan biologis dan egoisme semata. Maunya justru dilayani.

Ketika sedang memegang kekuasaan, yang dipikirkan adalah apa yang dapat diambil dengan posisi ini, bukan kebaikan apa yang dapat diberikan pada orang lain. Melayani dirasakan sebagai suatu kehinaan, seolah yang harus melakukan adalah orang-orang rendahan. Padahal melayani inilah misi mulia yang sebenarnya diamanahkan Allah kepada hamba-Nya yang terpilih; Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.
Dengan berbagi rahmat, tersebarlah belas kasih dan kedamaian dalam kehidupan.

Dalam bekerja, seorang pemimpin akan senantiasa berpikir bagaimana    karyawannya sejahtera.
Karyawan pun berpikir bagaimana bisa memberikan layanan terbaik melalui pekerjaannya.

Sebagai  pemimpin keluarga,  seorang  ayah  yang  mengasihi keluarganya akan mengantar pada suasana sakinah. Anak-anaknya pun termotivasi untuk meneladani dan berbakti kepada kedua orangtuanya.

Setiap orang yang melayani dengan ikhlas berarti telah berpartisipasi menebar rahmat ke seluruh alam. Itulah tugas terhormat seorang pemimpin. Dan setiap kita pada hakikatnya adalah pemimpin, begitu sabda Rasulullah.

Bila  setiap  orang  berpikir  minta  dilayani,  yang terjadi justru krisis. Pemimpin minta dilayani stafnya. Majikan memeras para karyawan. Petugas mempersulit rakyat. Orientasinya bukan rahmatan lil ‘alamin,
tetapi keuntungan pribadi.

Kekayaan alam yang mestinya untuk kesejahteraan rakyat, malah dikuras untuk bermewah-mewah diri dan kroninya. Hutan digunduli sehingga banjir dan longsor di sana-sini. Rakyatlah yang jadi korban.

Melihat  perilaku  pemimpin  yang seperti itu, rakyat pun ikut-ikutan mencari keuntungan sendiri. Sudah kaya dan berkecukupan,  namun belum bersyukur  dan malah berebut bantuan yang mestinya untuk fakir miskin.  Sungguh cara hidup yang  tidak  akan  berujung  kepada  kemuliaan, tetapi justru kehinaan. Dan inilah yang banyak disaksikan di sekeliling kita sekarang.
 














Agar mampu rahmatan lil 'alamin, kita perlu mentransformasi diri. Pusat diri yang sebelumnya egoisme dan hawa nafsu, harus diganti dengan kebeningan nurani.

Sumber Inspirasi

Bayangkan kalau ada orang yang rendah hati, menghormati sesama, dan suka melayani. Tidakkah hati Anda menyukai dan terkesan dengan keikhlasannya?Orang yang demikian itu akan membahagiakan hati sesama. Kalau dia seorang bapak, keluarganya akan menghormatinya dengan tulus. Kalau seorang ibu, anak-anaknya tentu akan senantiasa merindukan. Kalau seorang pemimpin, tentu akan menginspirasi hati sekalian rakyatnya.

Umar bin Abdul Aziz telah membuktikan keberkahan rendah hati. Meski hanya menjabat dua tahun, terjadi perubahan besar. Akhlak rakyatnya yang sebelumnya buruk seketika berubah menjadi baik.

Umat akan terinspirasi pemimpin yang rendah hati dan teramat jujur itu. Yang menjadi pembicaraan heboh saat itu di berbagai sudut
kota, warung, sampai pinggiran ladang di desa adalah masalah iman dan amal shalih. Mungkin seheboh dunia ini ketika dihipnotis oleh perhelatan Piala Dunia yang belum lama berakhir.

Masyarakat giat bekerja dan sejahtera. Kemakmuran mencapai puncaknya. Rakyat berdaya ekonominya dan mereka berlomba menunaikan zakat. Fakir miskin terentaskan sehingga sangat sulit mencari orang yang menerima zakat. Memberi dan memberi, itu yang menjadi paradigma mereka. Bukan meminta dan meminta.
Alam dan binatang pun digambarkan turut berbahagia. Para gembala yang biasanya takut kambingnya terancam dimakan oleh serigala, saat itu kedua binatang ini seolah berteman saja. Pintu keberkahan dibuka Allah bila manusia telah menunaikan tugas sebagai khalifah.

Atas prestasi gemilang itu, tidak mengherankan jika beliau digolongkan sebagai Khulafa'u Ar-Rasyidin kelima setelah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.

Pemimpin adalah salah satu elemen yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan. Karena pemimpin memiliki peranan yang sangat vital dalam rangka untuk mencapai satu tujuan. Selain itu, seorang pemimpin juga memiliki andil yang sangat besar bahkan utama dalam mengarahkan pencapaian suatu tujuan melalui jalur-jalur yang diridhai oleh Allah swt
.
Dalam era yang serba kompleks dan semakin kompleks ini baik dalam segi aktivitas maupun permasalahannya,  figure seorang  pemimpin  yang  baik  telah menjadi satu kelangkaan yang luar biasa. Tentunya, figur yang baik ini tidak lain adalah dilihat dari sudut pandang Islam. Karena, hanya Islamlah yang mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa menjadi pemimpin yang baik dan menjalankan kepemimpinan tersebut dengan baik. Karena setiap pemimpin akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya kelak kepada Allah swt. Karena di dalam ajaran Islam telah disampaikan bahwa setiap diri atau setiap manusia itu pada dasarnya adalah pemimpin. Minimal, ia adalah pemimpin bagi diri sendiri untuk membawa langkah kehidupannya senantiasa berada di atas jalur yang diridhai oleh Allah swt dalam segala hal.
Beberapa penjelasan di atas menjadi salah satu alasan mengapa pemimpin dan kepemimpinan menjadi salah satu pokok bahasan yang terdapat di dalam Islam, bahkan Islam sangat memperhatikan masalah pemimpin dan atau kepemimpinan tersebut.

Pemimpin adalah kompas dan peta yang akan menunjukkan kemana kehidupan ini harus melangkah dan dibawa. Tanpa kompas dan peta, maka perjalanan hidup dapat dengan mudah tersesat. Pemimpin adalah kompas  dan  peta  yang  berkualitas  tinggi,   yang  tidak  mudah  koyak  atau  rusak  sehingga  arah dan tujuannya akan tetap jelas.   Pemimpin  adalah  kompas  dan  peta berkualitas tinggi yang dapat bertahan dalam berbagai perlakuan, sehingga ia dapat memberikan arah dan petunjuk yang benar, tidak membawa kepada kesesatan dan kebinasaan.

Pemimpin adalah ujung tombak dari sebuah kehidupan, jika ujung tombak itu tumpul maka kehidupan akan vakum, tidak berdaya guna,  tidak efektif.  Untuk itu, Islam  memberikan  banyak sekali petunjuk kepada manusia yang pada dasarnya  adalah  seorang  pemimpin  untuk  menjalani  kepemimpinannya.
Ada beberapa hal yang hendaknya terdapat atau dimiliki oleh setiap pemimpin yang akan menjalankan kepemimpinannya, sehingga kepemimpinannya dapat mencapai tujuan namun tetap dalam ridha Allah swt, bukan mencapai rujuan dengan cara yang dilaknat atau menimbulkan murka Allah swt. Berikut ini adalah beberapa hal yang dalam kacamata Islam hendaknya harus ada di dalam jiwa setiap pemimpin sehingga ia dapat membawa orang-orang yang berada di dalam kepemimpinannya menuju keselamatan di dunia dan di akhirat:

Jujur
Pemimpin adalah panutan bagi orang-orang yang berada di dalam kemimpinannya. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki sifat jujur. Jujur dalam perkataan dan perbuatan, sehingga antara apa yang disampaikannya melalui lisan seiring dengan apa yang senantiasa diperbuatnya.
Orang yang tidak memiliki sifat jujur tidaklah layak menjadi seorang pemimpin, karena orang semacam ini adalah termasuk salah satu orang yang dilaknat oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.  

Allah SWT berfirman di dalam Al Quran yang artinya:




















Sementara ini dulu yang kutulis saat ini dari copy/ paste dari beberapa sumber ! Paling tidak bermanfaat buat saya pribadi, mudah2an bisa menambah wawasan sidang pembaca blog-ku !






Jumat, 15 Oktober 2010

Dibalik setiap musibah, pasti ada hikmah...............

Sore ini,  seperti sore2 dihari lain masuk rumah menjelang magrib. selain hari Sabtu dan Minggu.. Ada yang lain menyita perhatianku melewati ruangan keluarga melihat anakku nonton TV, yaing  menyiarkan penyelamatan pekerja tambang di chile yang fantastic, ada juga ucapan selamat (proficiat kepada warga Chile)

Setelah mandi................sholat magrib,,,,,,,,,,,,,,nonton lagi tv1, metro tv..............
Semuanya memuji Tim Penyelamat yang sukses, Mental Pekerja yang harus 69 hari terjebak di perut bumi sedalam hampir 700 meter.
Sejarah pasti akan mencatat peristiwa penyelamatan spektakuler, luar biasa, lagi fantastis itu dengan tinta emas. Sebagai salah satu peristiwa akbar abad ini dalam sejarah kemanusiaan. Sejarah penyelamatan kehidupan sejumlah manusia yang terancam kematian dan terkubur di perut bumi pada kedalaman yang tak terbayangkan.
Masyarakat bangsa-bangsa bahu-membahu dalam kerja kemanusian itu. Pemerintah Amerika Serikat, dalam hal ini NASA — badan antariksa negara adidaya itu — mencipta kapsul khusus untuk membawa kembali para pekerja tambang ke permukaan bumi. Sementara pemerintah Jepang menyumbang perlataan komunikasi, sehingga menghadirkan semangat dan optimisme. Suatu perasaan yang sangat dibutuhkan bahwa upaya sangat serius tengah dilakukan untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Rahasia sukses berikutnya tentunya adalah semangat kerja sama dan optimisme yang tak terhingga di antara ke-33 pekerja yang terjebak itu. Pinera menjadi presiden pada Januari lalu. Pendekatannya dalam menangani bencana alam, termasuk gempa bumi hebat dan kecelakaan tambang bawah tanah, membuat ia dipuji rakyatnya. Ia tidak melihat bencana dari kecil atau besarnya jumlah korban, tetapi dari sisi kemanusiaan.
Sikap peduli dan cara Presiden menangani bencana turut memberikan semangat dan daya juang kepada korban. Mudah2an apa yang dilakukan Presiden Pirera itu iklas, tulus bukan untuk kepentingan politik untuk memperkuat posisinya sebagai Presiden Chile.

Ya begitulah. Jadi ketika drama operasi penyelamatan tersebut diketahui pemimpin mereka, yaitu Presidennya, ternyata mendapat tanggapan serius. Mereka mendapat dukungna moril dan materiil dari pemimpin negerinya. Jadi itu dijadikan bencana nasional dan mendapat perhatian penuh. Mereka tidak malu mengakui bahwa itu bencana nasionalnya, dan sedang berupaya mengatasinya dibawah arahan dan pengetahuan langsung presidennya. Bayangkan, presidennya yang baru dilantik tidak merasa takut dianggap bahwa adanya bencana adalah isyarat alam bahwa dirinya tidak diterima oleh negeri itu. Yang dilakukan adalah commited untuk menyelesaikan masalah tersebut, berapapun harganya.

”Mereka akan tetap di hati rakyat. Banyak orang kehilangan harapan dan banyak juga yang gigih mengejar harapan mereka. Petambang ini menjadi sumber inspirasi. Kisah mereka ini menyatukan negara,” kata Presiden Sebastian, yang memutuskan untuk menyelamatkan para petambang dengan biaya berapa pun. (maklum Presiden adalah orang terkaya di Chile N0.3)


Proficiat kepada warga Chile yang presidennya (terlihat pada Gambar 1, deret kedua disebelah kanan kapsul Fenix)  peduli akan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih besar dari apapun dan berusaha mengusahakannya. Meskipun untuk itu dianya perlu dengan rendah hati mengakui bahwa negaranya tidak mempunyai sarana menyelesaikannya dan tidak malu menerima kebaikan hati negeri tetangganya. Nggak gengsian, begitu maksudnya.

                               Gambar 2. Dari musibah menjadi suka-cita, itu hanya di Chile lho.
                                                    (Source : http://www.washingtonpost.com)


Kemudian apa hikmah yang kita bisa petik  dari peristiwa ini ?

Layaknya sebuah kisah heroik, drama tersebut juga menghadikan sosok pahlawan yang mampu mengatasi persoalan tersebut. Gelar tersebut layak disematkan kepada Presiden Cile Sebastian Pinera yang juga menunjukkan kegigihannya membrikan semangat dan melakukan segala daya-upaya dalam menyelamatkan para penambang tersebut.

Jiwa kepemimpinan Sebastian Pinera tersebut sangatlah terlihat ketika dia rela membatalkan kunjungannya ke Eropa hanya untuk menyaksikan upaya penyelamatan pekerja tambang tersebut.

Sebelumnya Presiden yang baru Januari lalu menduduki jabatannya di Cile tersebut telah beberapa kali datang “menjenguk” para penambang yang tersesat dan memberikan dorongan semangatnya kepada para penambang tersebut berbagai media. Presiden Cile tersebut juga tak segan untuk mengeluarkan biaya yang besar dengan mendatangkan berbagai ahli dalam berbagai bidang untuk membantu penyelamatan pekerja tambang tersebut.

Peduli akan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih besar dari apapun dan berusaha mengusahakannya. Meskipun untuk itu dianya perlu dengan rendah hati mengakui bahwa negaranya tidak mempunyai sarana menyelesaikannya dan tidak malu menerima kebaikan hati negeri tetangganya. Nggak gengsian, begitu maksudnya.

Jiwa kepemimpinan yang bersahaja juga telah ditunjukkan oleh Presiden Cile tersebut saat beberapa orang kelompok pertama berhasil diselamatkan menuju ke permukaan, dengan perasaan senang dan tanpa malu, Presiden Cile langsung memeluk penambang tersebut dan memberikan ucapan selamat.

Luar biasa.................Dibalik setiap musibah, pasti ada hikmah...............

"RASA SYUKUR-KU"

Malam Jum’at  Legi, sudah masuk Sabtu pagi  karena jam menunjukan 02.30 WIB aku terbangun. ke kamar kecil,  lalu  berusaha untuk tidur kembali karena besuk pagi harus senam, badan supaya fit dan sehat.
Beberapa saat sebelum nyenyak hujan deras, seperti ditumpahkan dari langit keatap rumah, plafon di pojok atas kamar tidur bocor……….wah….talang air tidak menampung……alamat dapat kerjaan ngepel…lantai….

Sudah tiga kali tukang memperbaiki talang air distas kamar itu. Tapi sampai sekarang tetap saja bocor …..bosan buang2 biaya sia2…..mungkin perlu dibongkar total…atap dan talang ……..baru….wah…..biaya lagi  !

Membersihkan lantai…..dibantu ibunya anak2….hujan reda…..nggak bisa  tidur lagi ….nunggu   sholat shubuh ….buka laptop…….masuk ke blog………….

Saya jadi ingat gubuk bamboo yang penuh barokah, yang seolah-olah tidak pernah merepotkan aku. Walaupun ada aku berusaha selalu menikmati ! dan mensyukuri nikmat yang dilimpahkan Allah kepadaku.


Adhan Shubuh berkumandang …….wudhu…..sholat shubuh…. ….kemudian berdo’a sambil menyelami hakekat do’a……

Hakikat sebuah doa tidak lain adalah rasa syukur hamba terhadap karunia tuhannya.
Dengan selalu menyukuri karunia tuhan secara tidak langsung manusia menginginkan yang lebih dari itu tanpa harus mengatakannya. Melalui doa yang kita panjatkan kepada-Nya menyimpan (tercover) permintaan kita agar diberikan berkah dari apa yang telah kita miliki sebelumnya. Hal itu karena Allah SWT maha tahu akan kebutuhan dan keinginan hambanya. Hal ini tentu harus dibarengi dengan rasa syukur yang sebenarnya, bukan hanya sekadar ucapan lisan tanpa ada realisasi nyata dari ucapan itu. Karena hal itu (syukur semu) tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah Subhanahu wata’ala. Namun yang dimaksud dengan rasa syukur di sini berarti mengunakan semua karunia tuhan untuk berbuat baik dan merasa cukup dengan karunia itu. Sehingga semua yang diberikan tuhan kepada manusia dijadikan sebagai ladang untuk berbuat baik dan selalu berbuat baik.

Salah satu adab dalam berdoa yaitu membaca tahmid yang tujuannya adalah untuk memuji Allah dan sebagai rasa syukur atas semua nikmat yang diberikan. Kemudian dilanjutkan oleh lantunan solawat yang dimaksudkan sebagai bentuk rasa cinta kita kepada baginda rasulullah, Muhammad SAW sebagai tauladan baik manusia dan rasa terima kasih atas segala jasanya terhadap umat Islam.
Dari aturan (adab) ini sesungguhnya kita memahami bahwa ketika seseorang itu menginginkan sesuatu, meminta tambahan dari apa yang telah ia dapatkan, terlebih dahulu harus berterima kasih kepada dzat yang telah memberikan nikmat itu. Jadi sebenarnya dalam segala segi kita dididik untuk selalu menyukuri nikmat tuhan bahkan dalam doa sekalipun. Itu artinya syukur marupakan sesuatu yang urgen dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Barangsiapa memperoleh kenikmatan wajib baginya untuk berterima kasih pada pemberinya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita ambil ibarat, andaikata ada seorang yang memberikan kita sesuatu dan kita terima sesuatu itu dengan wajah yang ceria lalu kita ucapkan ‘terima kasih’ kepadanya, apa yang akan terjadi? Sang pemberi akan merasa sangat bahagia karena merasa bahwa apa yang ia berikan bermanfaat dan diterima dengan baik. Dan lebih dari itu pemberi pun tentu akan tergerak dan termotivasi untuk memberikan sesuatu untuk yang kedua kalinya dan seterusnya.

Ada kisah ..........

Pada suatu hari, Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat Jibril a.s untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu “Kerbau” dan menanyakan kepada si Kerbau apakah dia senang telah diciptakan oleh Allah SWT sebagai se-ekor kerbau.

Malaikat Jibril a.s segera pergi menemui si Kerbau.

Di siang hari yang panas itu si Kerbau sedang berendam disungai yang berlumpur. Malaikat Jibril a.s. mendatanginya, kemudian mulai bertanya kepada si Kerbau, : “Hai Kebau, apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai se-ekor kerbau”. Si Kerbau menjawab: “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya
sebagai se-ekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri”. Mendengar itu Malaikat Jibril a.s. segera pergi menemui se-ekor kelelawar.

Malaikat Jibril a.s. mendatanginya se-ekor kelelawar yang siang hari itu sedang tidur bergantungan (bergelantungan) di dalam goa. Kemudian Jibril a.s. mulai bertanya kepada si kelelawar: “Hai Kelelawar, apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai se-ekor kelelawar”. Jawab Kelelawar: “Masya
Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai se-ekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya sebagai se-ekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggalnya didalam tanah yang becek, berjalannya saja menggunakan perutnya”, jawab si Kelelawar.

Mendengar jawaban itupun Malaikat Jibril a.s segera pergi menemui se-ekor cacing yang sedang merayap diatas tanah.

Malaikat Jibril a.s bertanya kepada si Cacing: “Wahai Cacing kecil, apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai se-ekor cacing”. Si Cacing menjawab: “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai se-ekor cacing, dari pada aku dijadikan-Nya  sebagai se-orang manusia.
Apabila manusia tidak memiliki: “Imam, islam, ikhsan, bertakwa yang sempurna dan tidak beramal salih, tidak ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak mempergunakan akalnya dan hatinuraninya, maka ketika manusia mati, mereka akan disiksa selama-lamanya di-neraka, lebih hina dari pada aku (cacing), lebih hina daripada binatang, karena binatang kalau mati semua lebur menjadi air dan tanah, sedangkan manusia kalau mati, (ruhnya, jiwanya, nafsunya) harus mempertanggungjawabkan pendengaran, penglihatan, akalnya, hati
nuraninya dan segala perbuatannya didunia”.
(Dikutip dari 1001 Kisah Teladan). 

Sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak menyukuri nikmat Allah karena sesungguhnya di balik syukur itu tersirat panjatan doa pada sang Maha Kuasa agar nikmat itu terus kita rasakan. Bahkan kalau sampai kita tidak menyukuri nikmat yang kita peroleh kita tergolong orang yang kufur nikmat dan Allah menjanjikan siksa yang pedih. Na’udzubillahi min dzalik …

Jam 05.30........................siap2 untuk mandi.......ngantar anak sekolah ..........mencari sesuap nasi...........

Jumat, 08 Oktober 2010

"GUBUk BAMBU"

Di dalam gubuk bambu
Tempat tinggalku
Di sini kurenungi nasib diriku

Di dalam gubuk bambu
Suka dukaku
Di sini kudendangkan sejuta rasa

Kuhapuskan derita dan air mata
Kunyanyikan selalu lagu ceria

Kupasrah dan berdoa
Tak putus asa
Suatu saat nanti
Nasib berubah

Kucing pun menari
Mengajak ku bercanda
Hati riang membuatku bahagia

Siang dan malam
Aku membanting tulang
Demi untuk hidup di masa depan

Aku yakin dan ku percaya
Nanti si gubuk bambu jadi istana

Lagu ndank dut  “GUBUK BAMBU”  dinyanyikan  Meggi Z menghangatkan ruangan mobil yang berjalan memulai aktifitas hari Jum’at, pagi yang gelap karena sepanjang perjalanan dari Surabaya Timur Laut menuju Surabaya Selatan lagi diguyur hujan.

Saya jadi ingat, tahun2 yang lalu memulai hidup,  tinggal dirumah cicilan sangat sederhana di 21 km dari O Km (Tugu Pahlawan) Surabaya. Berhubung di tinggal di pinggiran Surabaya, bambu nggak ada,……….mungkin ngak ada bedanya. Di rumah yang terletak di ujung jalan karena buntu, sebelah rumah masih sawah.
Saya pilih Perumahan itu yang terletak di pinggir jalan Surabaya menuju Krian-Mojokerto-Kertosono-Nganjuk-Madiun dengan harapan keluarga desa bila ke Surabaya tidak repot, tinggal jalan kaki 50 m dari jalan raya.
Dirumah itu (Gubuk Bambu) anak2 lahir. Bahkan waktu putri pertamaku akan lahir, jaman belum ada HP, bahkan telpon rumahpun belum tersambung. Kudirikan athena radio amatir…..Break…!.......Kontak…Disini YD3 XWJ….Radio Gandul Trosobo….!......sering bergabung di frequensi dimana teman2 medis biasa kumpul kalau ada emergensi mudah minta bantuan.
Mendekati kelahiran saya harus sering tugas keluar kota. Saking hati2/ ketakutan terpaksa sebelum waktunya, ibunya harus kos 2 minggu di RS. Darmo.

Dirumah itu……
Tempat tinggalku
Di sini kurenungi nasib diriku
Suka dukaku
Di sini kudendangkan sejuta rasa
Kuhapuskan derita dan air mata
Kunyanyikan selalu lagu ceria
Kupasrah dan berdoa
Tak putus asa
Suatu saat nanti
Nasib berubah
Kucing pun menari
Mengajak ku bercanda
Hati riang membuatku bahagia
Siang dan malam
Aku membanting tulang
Demi untuk hidup di masa depan
Aku yakin dan ku percaya
Nanti si gubuk bambu jadi istana

Sekarang gubuk bambu  pun berubah, sawah pun tidak ada, dikelilingi perumahan klas menengah sampai mewah (citra harmony) burung2, kodok, ular entah lari kemana.
Gubug Bambu pun sudah berubah, si gubuk bambu jadi istana  (menurut selera saya). Setelah bergonta - ganti penghuni kontrakan, sekarang kubiarkan kosong,  se kali2 kutengok . Ada rasa sayang !

Mbakyu dan  Mas nya sudah bekerja, tinggal si bungsu, masih di SMA X Surabaya.

Nanti saya pingin tinggal di gubug bambu itu, bercengkrama dengan tetangga2 yang 99 % sudah pensiun.  Atau tinggal didesa dibawah rimbun pohon bambu, dipinggir sungai yang selalu mengalir jernih karena kelebihan/ buangan air dari telaga sarangan.

Biarlah air mengalir…….atau biarlah angin berhembus…….Insya Allah !....pasrah !......

Rabu, 06 Oktober 2010

MENGAPA KITA TIDAK BERUSAHA RENDAH HATI TANPA AROGANSI ?

Ada   peribahasa  Jawa  yang  mengatakan :  Ngluruk  tanpa  bala,  menang  tanpa ngasorake,  lan  sugih  tanpa  bondo.   Yang  artinya  menyerang  tanpa  pasukan, menang tanpa harus menindas dan kaya tanpa harta. Filosofi yang terkandung di dalamnya menunjukkan kerendahan hati yang  sangat  dalam. Dalam mengkritik atau memenangkan  suatu persaingan kita  tidak  perlu  menunjukkan kehebatan maupun memamerkan apa yang kita miliki, bahkan ketika kita menang sekalipun tidak ada rasa pamer atau kesombongan yang terlihat.

Orang yang Rendah hati  akan  membahagiakan  hati  sesama.  Kalau dia seorang bapak,  keluarganya  akan  menghormatinya  dengan  tulus.   Kalau  seorang  ibu, anak - anaknya  tentu  akan  senantiasa  merindukan.  Kalau  seorang  pemimpin, manajer, asmen tentu  akan  menginspirasi  hati sekalian bawahannya.
Mari kita belajar rendah hati, dengan  cara  mengagumi  dan  mengapresiasi  kelebihan  rekan - rekan kita yang tidak kita miliki.

Rendah hati mungkin adalah sebuah kata yang hampir hilang dari perbendaharaan bahasa kita. Hampir setiap hari kita mendengar atau menyaksikan betapa kita, menunjukkan arogansi kekuasaan atau kekayaan, kehebatan yang kita miliki. Saya memilik seorang sahabat yang sangat rendah hati, dia selalu menyapa setiap orang tanpa melihat status sosial, dia mau mengulurkan tangan untuk siapa saja di sekelilingnya tanpa rasa malu atau gengsi, dia melakukan dengan sikap rendah hati.
 
Kerendahan hati merupakan salah satu indikator dari tingginya kecerdasan spiritual seseorang. Seorang yang tidak bisa menunjukkan sikap atau karakter rendah hati, berarti belum mencapai kedamaian dengan dirinya. Dari hasil riset yang dilakukan oleh Gay Hendrick, PhD dan Kate Ludeman, PhD terhadap 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani selama 25 tahun, salah satu kesimpulannya adalah bahwa para pemimpin yang berhasil membawa perusahaan atau organisasinya ke puncak kesuksesan biasanya adalah orang yang memiliki integritas, mampu menerima kritik, rendah hati, dan mengenal dirinya dengan baik. Para pemimpin yang sukses ini ternyata memiliki kecerdasan spiritual yang jauh lebih tinggi dari manusia rata-rata. Mereka justru adalah manusia yang rendah hati.

Sayangnya, tidak semua orang mengerti bahwa rendah hati dan low-profile itu identik dengan kemajuan dan progresifitas. Karena itu, tidak jarang kita salah memahami logika realitas kehidupan. Bagi yang berpendidikan rendah itu dapat dipahami, tapi agak aneh kalau sudah berpendidikan tinggi masih tidak bisa bersikat rendah hati.

Pribadi yang rendah hati biasanya justru memandang bahwa orang lain sebagai ciptaan Tuhan memiliki keunikan dan keistimewaan, sehingga dia senantiasa membuat orang lain merasa penting. Karena sesungguhnya setiap pribadi adalah istimewa. Setiap orang adalah spesial, unik, dan berhak untuk dihargai. Manusia adalah pribadi yang harus diperlakukan khusus. Manusia adalah makhluk yang sangat sensitif. Jika kita meragukan hal ini, lihat diri kita sendiri dan perhatikan betapa mudahnya kita merasa disakiti atau tersinggung.

Salah satu ciri kerendahan hati adalah mau mendengar pendapat, saran dan menerima kritik dari orang lain. Sering dikatakan bahwa Tuhan memberi kita dua buah telinga dan satu mulut, yang dimaksudkan agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kadang-kadang hanya dengan mendengarkan saja kita dapat menguatkan orang lain yang sedang dilanda kesedihan atau kesulitan. Dengan hanya mendengar, kita dapat memecahkan sebagian besar masalah yang kita hadapi. Mendengar juga berarti mau membuka diri dan menerima, suatu sifat yang menggambarkan kerelaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain maupun diri kita sendiri.

Kemudian………. Apa itu Arogansi ?

Arogansi artinya kesombongan, keangkuhan atau kecongkakan. Dari mana arogansi ini timbul atau produk siapakah arogansi ini?

Disadari ataupun tidak dalam kenyataan masyarakat dewasa ini, mulai dari lingkup yang kecil sampai dengan lingkup yang besar pada konteks berbangsa dan bernegara, segala yang diharapkan bersama sebagai perwujudan masyarakat yang tergambar di awal tadi sangatlah sulit untuk bisa terwujud, semua tak lain diakui maupun tidak kita ini masih sangat jauh untuk mempunyai sifat-sifat kemanusiaan yang sangat mulia tersebut. Dalam berkiprah secara sadar ataupun tidak kita masih lebih sering untuk ingin menonjolkan diri pribadi sebagai prioritas utama daripada yang lainnya, sehingga seringkali dalam langkah kita masih saja dijumpai penuh dengan sifat-sifat egoisme yang tinggi serta Arogansi diri yang besar.

Memanglah mungkin dalam kehidupan ini kita dalam posisi yang tinggi, katakanlah sebagai pimpinan perusahaan atau di posisi yang lain, dimana sah-sah saja kita pergunakan egoisme dan arogansi tersebut dalam melangkah, tanpa memperhatikan factor-faktor lain, yang itu berdampak apabila terjadi ketidaksesuaian dengan dirinya maka semua itu mau atapun tidak pasti akan membawa dampak yang jelek bagi diri orang tersebut.

Sungguh sangatlah kondisi yang dilematis, dimana kita semua menginginkan semua itu dengan penuh kedamain tapi disisi lain dalam diri masih berpedoman pada sifat-sifat yang buruk sehingga bisa menyebabkan masalah demi masalah akan timbul yang nantinya pasti akan mengganggu keseimbangan hidup yang telah terbina dengan baik. Ini bisa menjadi gambaran nyata sekaligus juga bisa menjadikan renungan kita semua untuk bisa sama-sama menjauhi sifat buruk tersebut sehingga dalam melangkah, kalau dikutib dari sebuah kita, maka hendaknya kita bisa melangkah dengan penuh kerendahan hati, kesabaran serta berbesar hati dalam setiap kondisi dan yang paling penting adalah bisa menjaga setiap perkataan yang keluar dari lesan ini serta tidak mudah tersinggung dengan orang lain, sehingga tidak berdampak yang bisa menyakiti hati orang lain, walaupun mungkin semua itu sudah menjadi kebiasaan kita.

"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad? (6) (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi (7) Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain (8) Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah (9) Dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak) (10) Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri (11) Lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu (12) Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab (13)." (QS. Al-Fajr: 6-13).

Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving word if we quit changing, we will ultimately fail” (Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal).
Penyakit mental ini bisa menjangkiti apa dan siapa saja, mulai dari organisasi, produk, pemimpin, sampai orang biasa. Khusus pada tulisan ini, kita akan membicarakan soal manusianya.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud (11) Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah" (12) Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina" (13)." (QS. Al-A'raf: 11-13).

Orang sukses lalu bersombong ria sebenarnya patut disayangkan. Bayangkan saja, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, mereka begitu terbuka untuk belajar. Mereka mau mendengarkan. Mereka mau berjerih payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan, mereka tampak sangat ‘merakyat’ hidupnya. Akan tetapi, itu dulu. Sayang sekali, saat kesuksesan datang, mereka lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya. Saya tidak perlu lagi mendengarkan Anda.”

Hal itu diperparah lagi ketika mereka dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara soal kekurangan orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin ‘megalomania’, pongah, angkuh, dan egois. Ia terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar lagi.

Arogansi bisa menghampiri siapa saja. Pada saat saya mengikuti  diklat , saya pernah mendengar kisah tentang seorang trainer yang begitu arogan. Dia sempat membuat banyak orang berdecak kagum. Buku-buku best seller pun lahir di tangannya. Akan tetapi, arogansi membuatnya ‘dibuang’ dari komunitas di negaranya. Celakanya, sang trainer menyalahkan para rekannya. Dia pun dikelilingi oleh mereka yang selalu berkata ‘ya’ padanya.
Dari situ, kita belajar banyak untuk hati-hati. Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau mendengarkan orang lain.

Apabila orang berhenti belajar dan merasa diri sudah selesai. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus belajar, berinovasi dan berkembang. Sementara dia mandek di posisinya. Akibatnya, kue kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya di belakang. Mereka terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.

Jadi, bagaimanakah agar kesuksesan kita tidak berubah menjadi arogansi?

Pertama- Aware (sadar) dengan sikap dan tingkah laku kita.
Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka? Apakah kita masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang yang telah turut membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai? Jangan sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.
Seseorang dikatakan berhasil bukan sekedar ia sukses akan tetapi ketika orang lain mengatakan ia berhasil dan turut merasakan keberhasilan yang pernah diraihnya. Jadi keberhasilan dikatakan sempurna jika lingkungan sekitar mengatakan ia berhasil dengan cara yang benar dan mereka merasakan berkahnya. Namun sering kali kita lupa untuk intropeksi diri, yang membuat diri ini tumbuh dalam kekurangan rasa emosional dan spiritual.

Kedua- Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi.
Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan, sesukses apa pun kita. Pada dasarnya, setiap orang senang dipuji. Bahkan mereka rela mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk dipuji. Namun pujian yang berlebihan justru dapat membuat seseorang semakin jatuh dalam kesombangannya dan ketidakmampuan dirinya melihat kenyataan dalam hidupnya

Ketiga- Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku Who Moved My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar

Keempat- Sopan dan rendah hati untuk belajar dari orang lain.

Jadi menjalani hidup ini seharusnya :

Menghormati sesama, dan suka melayani. Tidakkah hati Anda menyukai dan terkesan dengan keikhlasannya? Memang tidak mudah untuk selalu rendah hati dan memilih hidup melayani. Apalagi kalau terjebak pada dorongan biologis dan egoisme semata. Maunya justru dilayani.

Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangan sikap tenggang rasa, seta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban hidup ini.
Rendah hati bukan berarti merendahkan diri dan menutup diri melainkan secara aktif mendengarkan, berbagi, dan berempati sehingga terjalin hubungan harmonis dua arah. Dia dapat menyesuaikan kondisi emosi dan egonya untuk menempati kondisi emosi dan ego teman bicaranya sehingga teman merasa didengarkan dan dihargai.

Sikap rendah hati bukan akan membuat kita jatuh martabat, sebaliknya, malah akan membuat kita 'naik'. Naik kredibilitas, naik martabat, dan yang lebih penting lagi, naik kemampuan dan meningkat kemajuan kita. Dengan bersikap rendah hati kita melakukan penabungan dalam bank emosi kita.

"Sikap rendah hati bukan akan membuat kita jatuh martabat, sebaliknya, malah akan membuat kita 'Terangkat' "


Selasa, 05 Oktober 2010

P E M I M P I N

Manajer dan Asmen di suatu perusahaan/ kantor unit, adalah seseorang yang memimpin dan mempunyai bawahan, tetapi  apa sih bedanya antara manajer dan pemimpin ? EB Tani dalam bukunya berjudul Get Real menjelaskan bahwa manajer yang baik belum tentu pemimpin yang baik, pemimpin yang baik belum tentu manajer yang baik. Jadi apa bedanya ?

Seorang manajer yang baik adalah mereka yang memegang pimpinan dalam sebuah unit dan unit tersebut berhasil mencapai target/tujuan dengan baik. Sementara pimpinan yang baik bisa dilihat dari loyalitas bawahannya terhadap kepemimpinannya. Jadi, lebih baik yang mana ? Menjadi menajer atau menjadi pemimpin ? Jawabnya harus menjadi keduanya, menjadi manajer sekaligus pemimpin

Sekelompok akademisi meneliti sejarah selama lima tahun untuk menemukan, manakah di antara 1.437 perusahaan publik unggulan di Amerika Serikat yang berhasil meningkatkan berbagai ukuran kinerja jauh di atas rata-rata kinerja pasar, lalu mempertahankan kinerja yang cemerlang itu selama lima belas tahun berturut-turut.
Ternyata, menurut hasil penelitian sebagaimana diurai dalam buku Good to Great karya Jim Collins, profesor yang memimpin para akademisi itu, hanya sebelas di antara semua perusahaan itu yang berhak mendapat predikat great versi kelompok akademisi Collins! Yang lebih mengejutkan, nama-nama perusahaan yang umumnya dianggap spektakuler versi buku In Search of Excellence, karya Tom Peters & Bob Waterman pertengahan 80-an, tidak masuk dalam daftar. Memang faktanya, kinerja perusahaan-perusahaan versi In Search itu banyak yang jatuh bangun selama dekade 90-an sampai sekarang.

Ada kejutan tambahan. Para peneliti menemukan bahwa kesebelas perusahaan great dipimpin oleh CEO yang rendah hati. Para CEO yang bergaya low profile seperti benang merah yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan raksasa itu. Mereka sama-sama tidak ingin menonjolkan diri, dan selalu mengatakan kinerja hebat mereka tercapai berkat talenta orang lain di bawa mereka.

Sebaliknya para bawahan mereka ketika diwawancarai menegaskan bahwa karakter dan kompetensi pemimpin mereka itulah yang sebenarnya menjadi kunci keberhasilan perusahaan.

Sekelompok akademisi lain dari Johnson School of Management, sekolah pendidikan S-2 milik Cornell University melakukan survei menjelang tahun 2000. Mereka membentuk dua kelompok responden, yakni para eksekutif dari perusahaan yang masuk daftar Top 1000 versi majalah kondang Fortune serta para mahasiswa yang sedang mengejar gelar S-2. Kedua kelompok responden ditanya, kompetensi apa yang harus dimiliki pemimpin di abad 21?
Jawaban para mahasiswa termasuk umum, mirip jawaban Anda dan saya mungkin, yakni bahwa pemimpin masa depan itu harus menguasai pasar, punya visi, mampu membaca, mengantisipasi perubahan dan menguasai teknologi informasi. Yang tidak terduga adalah jawaban para praktisi. Mereka berpendapat bahwa pemimpin masa depan harus memiliki kemampuan membangun tim yang solid serta memiliki cinta kasih (compassion)!

Dalam buku Get Real: Empower the Manager-Leader Within terbitan McGraw-Hill yang telah pula diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama diterangkan bahwa syarat utama untuk menjadi team player yang baik adalah sikap rendah hati. Orang yang tinggi hati otomatis punya ego yang besar. Ego mengurangi kemampuan seseorang untuk bekerja sama secara harmonis, produktif dan bersinambung dengan orang lain. Ibarat tembok kaca cermin, ego membuat seseorang terus menerus memperhatikan hanya refleksi (baca: kepentingan) dirinya sendiri. Semakin tinggi tembok kaca cermin itu, semakin sulit pula untuk melihat kebutuhan orang lain.

Apa yang dilakukan oleh pemimpin yang rendah hati? Dia memberi pengakuan terhadap apa yang diyakini, apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan orang lain. Dalam berinteraksi, dia tidak bersikap, “I am right!” seperti orang yang tidak pernah atau tidak mungkin salah. Daripada mengakhiri kalimatnya dengan tanda seru, sikapnya dalam berkomunikasi seolah bertanya, “Am I right?” Sikap itu membuat dia ingin menjadi pendengar yang baik, peka terhadap yang terucap maupun yang tersirat ketika berkomunikasi dengan orang lain. Suasana seperti itu menunjang upaya mencapai keputusan bersama.
Balasan terhadap pengakuan yang diberikan? Pemimpin yang rendah hati itu lebih sering menuai hasil yang lebih baik dan konsisten dari orang lain. Bawahan yang melakukan sesuatu dengan rasa ikhlas akan mencurahkan perhatian dan upaya penuh pada setiap pekerjaan yang dilaksanakannya. Keikhlasan itu memupuk dedikasi dan kreativitas, yakni komitmen terhadap sasaran yang ditetapkan bersama dan kepatuhan terhadap standar dan peraturan yang berlaku. (Andrew Tani, Pemimpin, rendah hati)

Disamping itu........

Pemimpin yang mampu memberikan teladan tidak hanya memikirkan keselamatan posisinya sendiri, di atas semua itu ia akan selalu memberikan teladan yang baik untuk mengembangkan timnya agar lebih produktif lagi. Bahkan pemimpin ini akan memiliki tanggung jawab yang besar jika timnya gagal mencapai target kerja yang sudah disepakati. Pemimpin ini juga tidak sungkan-sungkan mengundurkan diri dari jabatannya, jika memang ia gagal memimpin timnya dengan baik.

Dalam islam, keteladanan bisa diperoleh dari apa-apa yang dilakukan Rasulullah saw dalam menjalankan hidupnya. Bagi para pemimpin yang beragama islam wajib hukumnya dalam mengambil teladan dan mengidolakan beliau.Sesuai dengan firman Allah SWT berikut:

Dan sekarang adalah saatnya bagi kita masing-masing pemimpin untuk bisa memberikan teladan dari kita agar kepemimpinan kita dapat menjadikan rasa kebermanfaatan tertuang dalam hati sanubari tiap-tiap orang yang kita pimpin. Sesungguhnya tiap diri kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin wajib bertanggungjawab tentang apa yang telah kita lakukan di dunia pada hari akhir nanti.

Jika anda ingin menjadi seorang pemimpin yang efektif, maka ada 4 hal yang harus anda ketahui, yaitu :
# Leader
Anda harus memahami siapa diri anda, apa yang anda tahu, dan apa yang dapat anda lakukan. Juga, perhatikan bahwa ia adalah pengikut, bukan pemimpin atau orang lain yang menentukan jika pemimpin itu berhasil. Jika mereka tidak percaya dengan pemimpin mereka, maka mereka tidak akan terinspirasi. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, anda harus mampu meyakinkan pengikut anda.
# Followers
Setiap orang memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda. Misalnya, karyawan baru memerlukan pengawasan lebih ketat dibangdingkan karyawan yang sudah berpengalaman. Begitu juga dengan orang yang memiliki motivasi tinggi berbeda dengan orang yang kurang termotivasi. Anda harus tahu kebutuhan, emosi, dan motivasi pengikut anda,
# Communication
Anda berkomunikasi dalam 2 arah, dan lebih banyak menggunakan nonverbal. Keterampilan berkomunikasi anda memiliki potensi untuk meningkatkan kehangatan atau bahkan menyakiti pengikut anda. Penguasaan komunikasi itu penting!
# Interaction
Semua situasi berbeda. Apa yang Anda lakukan dalam satu situasi tidak akan selalu bekerja di negara lain. Anda harus menggunakan penilaian Anda untuk menentukan tindakan yang terbaik dan gaya kepemimpinan yang diperlukan untuk setiap situasi. Sebagai contoh, Anda mungkin harus menghadapi seorang karyawan untuk perilaku yang tidak tepat, tetapi jika konfrontasi terlalu terlambat atau terlalu dini, terlalu keras atau terlalu lemah, kemudian hasilnya dapat terbukti tidak efektif.
Jika anda menguasai ke-4 pondasi diatas, maka bisa dipastikan anda akan menjadi seorang pemimpin yang efektif,. Namun keinginan untuk selalu belajar dan bertindak yang akan menentukannya.