Selasa, 23 Juli 2013

"3 abg semprul yg berjuang menuju masa depan"

14 Hari sudah, tidak terasa saya melaksanakan ibadah Puasa. siang ini saya ngawasi pengecoran rencananya 22 m3  Jam 14.30  saat saya ngeblog di Bambe baru  molen ke 2 selesai, kurang 2 molen lagi bisa dibayangkan pulang jam berapa nanti (rata2 tiap molen bisa dilangsir dan dituangkan kira2 3.5 jam).   

Panas..., matahari bersinar terik ditambah pantulan hutan beton...luar biasa.....tenggorokan serasa kering.
Sebentar sebentar istirahat di direksi kit ngadem sambil ngeblog................

Setiap manusia  selalu ber-angan angan dan mempunyai  keinginan atau impian  apa yang di mauin mereka akan tercapai. Itu juga termasuk saya.. Namun sesungguhnya, tidak semua keinginan manusia dapat tercapai. Demikianlah bahwa tidak semua keinginan dapat dicapai. Banyak disuarakan jargon “tak ada yang tak mungkin”, menurut saya ada saja yang tidak mungkin, yaitu apapun yang dikehendaki Allah untuk tidak terjadi. Walaupun berkumpul seluruh jin dan manusia untuk memberikan satu saja kebaikan atau musibah kepada seseorang, tanpa ijin Allah maka itu tidak akan terjadi. Artinya, hasil usaha manusia mutlak berada dalam kehendakNya.

Akan menyenangkan bagi seseorang yang memiliki keinginan sejalan dengan kehendak Allah, karena tentu akan terwujud. Namun bagi orang yang memiliki impian yang berbeda dengan kehendak Allah apakah dikatakan sebuah musibah? Perhatikan firman Allah:

“…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 216)

Inilah yang terjadi yang menjadi topik pembicaraan di rumah untuk 3 (tiga) abg yang tinggal  dirumah dan akan menuntut imu untuk masa depan 
3 orang abg itu yang pertama anak bungsu si Tria lulusan SMA 10 Surabaya mendaftar di Elektro ITS, kedua Brian keponakan lulusan SMAN 2 Magetan mendaftar di Unesa jurusan Olah Raga dan Hans keponakan lulusan SMA Cilegon mendaftar Akutansi di Unair.
Biasanya seperti yang sudah sudah sudah,  Mbak dan Masnya,  urusan sekolah itu cukup Ibunya saja. Tetapi kali ini Bapaknya harus terlibat karena 3 orang abg itu gagal dalam ujian SBM PTN, karena itu saya namai abg semprul.
Wah, terpaksa Bpk mempelajari penerimaan Mahasiswa Baru, seperti harus membaca  artikel dibawah ini :
PTN Jer Basuki Wani Pira
Anwar Hudijono ;  Jurnalis, Media Consultant, dan Facebooker
    JAWA POS, 01 Juli 2013


MURID  SMA  atau  madrasah  aliyah  yang  lulus ujian nasional (unas) dengan nilai setiap pelajaran 100 tidak terjamin secara akademis bisa masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab,  tidak ada kaitan langsung unas dengan sistem rekrutmen masuk PTN. Inilah salah satu keblingeran dalam sistem pendidikan kita.


Sedikitnya, ada empat jalur masuk PTN. Pertama, jalur undangan. Yang dijadikan referensi agar diterima melalui jalur ini adalah  nilai rapor  mulai semester pertama kelas IX.  Dengan demikian, jika baru mencapai puncak performa pada saat unas  sehingga memperoleh nilai sempurna, tetapi karena  nilai  rapor dianggap  tidak memenuhi syarat,  mereka  tidak  bisa mengetuk pintu jalur undangan.



Jalur undangan juga mempertimbangkan sekolah. Betapapun murid hebat, baik nilai rapor maupun nilai unasnya, tetapi jika sekolahnya berstatus di- blacklist  PTN, hampir mustahil bisa menerobos jalur undangan. Blacklist itu bisa disebabkan kesalahan masa lalu. Sekalipun sudah berbenah, tetapi seperti sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.



Kondisi ini semakin rumit jika ternyata jalur undangan pun menggunakan pendekatan "wani pira". Lulus  u n a s  dengan  nilai  sempurna  plus  rapor  bagus akhirnya juga tidak menjadi jaminan lolos jalur undangan karena harus kalah dalam adu "wani pira".

Kedua, j a l u r   seleksi  bersama  masuk  perguruan  tinggi (SBM PTN).  K r i t eria   yang dipergunakan adalah bagaimana hasil tes SBM PTN  ditambah  tes  khusus  untuk  program studi tertentu seperti olahraga, seni budaya, desain program.  Jalur ini menafikan hasil unas maupun rapor. Jalur ini dinilai relatif terbaik di antara jalur lain karena lebih objektif. Namun, di jalur ini masih ada potensi manipulasi melalui  percaloan, bocornya soal, sampai jawaban melalui SMS atau BBM. Herannya, sudah tahu  bahwa  percaloan itu  banyak  melalui  SMS dan BBM, mengapa peserta tes dibiarkan membawa HP.


Di jalur ini, anak pintar, bahkan peserta program akselerasi sekalipun, belum tentu lolos karena  kuotanya  hanya  sekitar 30 persen. Dengan demikian, mereka  bukan  tidak lulus karena nilai tesnya kurang, tetapi terjegal oleh kuota.



Ketiga, jalur mandiri. Jangan dipersepsi mandiri ini untuk mendapatkan  calon mahasiswa yang hebat, bisa belajar secara mandiri. Tetapi, ini lebih dalam konteks uang. Artinya,  jatah bagi yang mampu membayar dengan ditetapkan batas bawah. Adapun b a t a s   a t a s  tak terbatas. Ini benar-benar jalur untuk mendapatkan duit. Tidak peduli pintar atau bodoh, yang penting bisa membayar setinggi-tingginya. 



Mekanisme pemilihannya jelas, dibuat ranking berdasar jumlah bayaran, kemudian diambil dari  nomor  satu sampai nomor kuota jalur. Jika kuotanya 60 calon mahasiswa,  b e r a r t i    diambil nomor  1 - 60.  Dengan demikian, meskipun nilai unas dan rapor sempurna,  jika tidak kuat membayar sesuai  l e v e l   kuota,  harap  lupakan jalur yang mengambil sekitar 30-40 persen mahasiswa ini.



Keempat, jalur kemitraan. J a l u r  ini merupakan kesepakatan  PTN dengan memberikan kuota suatu institusi. Jalur ini berawal dari kepercayaan institusi tertentu kepada suatu PTN untuk mendidik calon tenaga kerja yang dibutuhkan institusi tersebut. Institusi tersebut menyeleksi siswa potensial. Namun, pada perkembangannya, jalur ini bisa  disalahgunakan untuk memfasilitasi keluarga pejabat institusi tersebut agar bisa masuk PTN tanpa bersusah payah ikut SBM PTN. Di sini pun ada nuansa "wani pira".



Implikasi dari sistem banyak jalur ini PTN bisa mendapatkan dana segar langsung. Ransum dari pemerintah selama ini dinilai kurang. Karena itu, secara r e t o r i k a dana ini bisa untuk "meningkatkan kualitas dan pelayanan PTN".



Implikasi lain yang tidak bisa dimungkiri adalah  tidak  terjaminnya  k u a l i t a s  enrolment   ( masukan calon mahasiswa ). Menjadi  mahasiswa  karena "wani mbayar". Karena sejak awal "jer basuki wani pira", pada akhirnya dalam  mengikuti  proses perkualiahan pun lebih mengandalkan "wani pira". Lulus dengan uang.



Praktik  demikian  dulu  lebih  dikenal  terjadi  di  perguruan  tinggi  swasta  (PTS).  Di "PTS komersial", mahasiswa boleh jarang kuliah, tetapi bisa meraih gelar akademik mulai sarjana sampai doktor. Akhirnya  m a s y a r a k a t  sendiri yang  mengevaluasi. PTS demikian sepi peminat, lulusannya tidak laku di pasar tenaga kerja. Jembret.



Hal demikian bisa saja terjadi  pada PTN.  Memang  sekarang  PTN  masih  menjadi pilihan utama  masyarakat.  PTN  masih  menjadi  simbol  status. Namun,  jika  kualitas lulusannya rendah karena dimulai dari  kualitas  enrolment  yang  rendah, lambat laun kualitasnya akan terdegradasi. Mereka akan kehilangan kredibilitas sebagai lembaga moral dan profesional. 



Ke depan perlu mempertimbangkan penggunaan satu sistem masuk PTN,  yaitu kombinasi SBM PTN dengan rapor. Artinya, menggunakan  nilai hasil SBM PTN  dan hasil  rapor  dua semester  terakhir.  Komposisinya  bisa  50-50, 60-40, 70-30. Untuk pelaksanaan SBM PTN menggunakan  30 soal  berbeda  untuk   m e m p e r s e m p i t peluang  percaloan. Cuma masalahnya, berani atau tidak pelaku sistem yang ada sekarang kehilangan ceperan. Gusti Allah ora dhahar ora sare.