Jumat, 04 Mei 2012

" Selama Juli 2011 s/d Mei 2012 Inilah yg bikin saya tdk ngeblok"

BABAT ALAS :

Saat itu saya dan keluarga hijrah dari Mojoarum Surabaya Trosobo Sidoarjo karena rumah di Surabaya diganti atapnya, maklum rumah itu dibangun tahun 1968. Saya pengidap asma debu adalah musuh utama karena itu kami sekeluarga tinggal di rumah Trosobo.




Tanggal 24 September 2011 :
itulah awal calon besan dan menantu silaturahmi di rumah kami di Trosobo Sidoarjo.

Kronologis  ketemu jodoh pada orang Jawa  dahulu ,  biasanya melalui cara yang disebut :


    " Babat Alas " 

1.
 artinya membuka hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam hal abat  
  alas ini, orangtua pemuda merintis  seorang  congkok untuk mengetahui   
  apakah si gadis sudah mempunyai  calon atau  belum.  
  Istilah   umumnya disebut nakokake artinya menanyakan

2. Kalau sang pemuda belum kenal dengan s a n g   g a d i s, maka adanya  
  upacara  nontoni, lalu sang pemuda diajak keluarganya datang ke rumah  
  sang gadis  pada saatpemuda itu  diajak/ d i b e r i  kesempatan   untuk     
  nontoni  sang gadis   pilihan orang tuanya

3. Karena   c o c o k  artinya saling  s e t u j u,  kemudian disepakati untuk  

  kelanjutannya secara resmi akan  datang  lagi  bersama  keluarga untuk  
  nglamar  atau meminang.  Karena masing -2  mempunyai kesibukan dan  
  karena  tempat  tinggal  yang  lain  kota,  lain propinsi yang cukup jauh,   
  maka  disepakatilah resmi lamaran pada bulan Nopember 2011



Tanggal 05 Nopember 2011 :


Di Jawa seperti juga ditempat  l a i n, pada prinsipnya  perkawinan terjadi karena  keputusan  dua  insan  yang  saling  jatuh cinta. Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan  yang  terjadi  karena di jodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu. Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.

Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan  mempertemukan  dua  buah  keluarga  besar.   Oleh  karena  itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua  insan  yang berkasihan  a k a n  memberitahu keluarga  masing - masing  bahwa  mereka  telah  menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.


Bibit, Bebet, Bobot


Secara  tradisional, pertimbangan  penerimaan seorang  calon  menantu  ber -dasarkan kepada bibit, bebet dan bobot.
Bibit :artinya mempunyai latar  kehidupan keluarga yang baik.

Bebet : calon  penganten, terutama p r i a, m a m p u memenuhi k e b u t u h a n keluarga.


Bobot :  k e d u a   c a l o n penganten adalah  o r a n g yang berkwalitas, bermental b a i k   dan   berpendidikan cukup.
Biasanya  setelah  k e d u a belah  pihak orang tua  atau keluarga   m e n y e t u j u i perkawinan, maka dilakukan langkah - langkah  selanjut-nya, menurut kebiasaan adalah sebagai berikut :

Lamaran :

Biasanya  y a n g   melamar adalah    p i h a k   c a l o n penganten  pria. Pada masa lalu,  o r a n g  tua c a l o n penganten p r i a mengutus s a l a h   seorang  anggota k e l u a r g a n y a    untuk meminang. Tetapi   k i n i, untuk praktisnya  orang tua pihak  lelaki  bisa  langsung meminang kepada orang tua pihak  wanita . Bila s u d a h   di-terima, langsung  akan dibicarakan langkah-langkah selanjutnya sampai terjadinya upacara perkawinan.

Hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain meliputi :
Tanggal  dan  hari  pelaksanaan perkawinan, ditentukan kapan pernikahannya, jam berapa, biasanya dicari hari baik. Kalau hari pernikahan sudah ditentukan, upacara lain yang terkait seperti : peningsetan, siraman, midodareni, panggih , resepsi dll, tinggal disesuaikan.

Dalam  upacara nglamar, keluarga pihak sang pemuda    menyerahkan  barang kepada pihak sang   g a d i s   sebagai  peningset  yang    terdiri dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya sandangan   sakpangangadek.      



Tidak ada komentar:

Posting Komentar